Ketika ia dilahirkan prematur pada tahun 1989, beratnya tak lebih dari 0,3 kilogram. Madeline Mann, nama bayi itu menjadi bayi paling kecil di dunia yang bisa bertahan hidup.
Pada rumah sakit yang sama di tahun 2004, Rumaisa Rahman mengambil alih rekor bayi terkecil di dunia karena beratnya saat lahir hanya 0,25 kilogram. Ia terlahir kembar namun saudarinya tak bertahan. Ruamisa menghabiskan 50 hari di dalam unit perawatan intensif bayi baru lahir di Loyola University Medical Center, Maywood, Illinois, AS.
Setelah 5 tahun rutin menjalani check-up, berat Rumaisa menjadi 15 kg dan tingginya hampir satu meter. Ia kini duduk di kelas 1 sekolah dasar dan menggunakan kaca mata karena retinopati akibat kelahiran prematur.
Madeline, yang ibunya menjalani terapi kesuburan, adalah satu dari ketiga bayi kembar, yang bisa bertahan hidup. Sama seperti ibunya Ruamisa, ibu Madeline juga mengalami preeklampsia berat atau keracunan kehamilan. Madeline berada di ventilator selama 65 hari. Ia mengalami gangguan jantung dan juga retinopati.
Meski menggunakan kacamata namun ia mampu menyetir mobil dan secara umum kondisi kesehatannya baik. Dengan berat sekitar 29,5 kilogram dan tinggi kurang dari 1,5 meter ia masih tergolong kecil. Namun kini ia menjadi mahasiswi jurusan psikologi.
Kedua gadis tersebut merupakan bukti hidup bahwa bayi-bayi yang dulu dianggap mustahil untuk hidup itu bisa bertahan dan hidup relatif normal.
"Kita selalu cemas akan kesehatan bayi-bayi kecil di masa depan. Karena lingkungan yang penuh stres saat dalam kandungan di usia dewasa mereka rentan diabetes dan penyakit jantung," kata Dr.Jonathan Muraskas, ahli neonatal dan perinatal yang juga salah satu tim dokter yang menanangi Madeline dan Rumaisa.
Ia menambahkan, daya tahan bayi terlahir sangat kecil ini sebenarnya bergantung pada usia kehamilan daripada beratnya.
"Usia kehamilan sangat penting daripada berat saat lahir. Madeline dan Rumaisa dilahirkan pada usia kehamilan relatif tua, yakni di minggu ke 25 dan 26, jika dibandingkan dengan bayi prematur lainnya. Pertambahan minggu bisa berdampak besar," katanya.
Menurut Muraskas, bayi yang lahir di usia 23 minggu, harapan hidupnya hanya 20 persen, pada bayi yang bisa bertahan hidup risikonya menderita kecacatan sampai 90 persen.
"Di usia 27 minggu, berat badan bayi sekitar 0,9 kilogram. Risikonya untuk mengalami gangguan perkembangan seperti risiko kebutaan, cerebal palsy atau gangguan pendengaran berkurang sampai 10 persen," paparnya.
Selain itu bayi perempuan biasanya lebih mampu bertahan hidup. "Jika Madeline dan Rumaisa adalah laki-laki mungkin ceritanya akan lain," imbuhnya.
Faktor lain yang mendukung kesehatan bayi-bayi kecil itu adalah steroid prenatal, yang diberikan untuk mencegah kerusakan otak dan gangguan perkembangan. Rumaisa juga diberikan obat untuk mematangkan parunya.
Menurut Dr.Eric Eichenwald, ahli pediatri dari University Texas Health Service, persoalan teknik juga berpengaruh besar.
"Bayangkan kita menaruh kateter intravena ke seseorang yang sangat kecil, mereka beresiko tinggi infeksi dan terluka," katanya.
Persoalan lain adalah isu etika. Baik dalam hal resusistasi (pemberian napas buatan) atau pun memilih satu dari dua bayi kembar yang akan diintervensi.
"Untuk setiap bayi dengan berat sangat kecil, angka keberhasilannya hanya 1 banding 10. Masyarakat harus menyadari bahwa harapan hidup bayi dengan berat kurang dari 0,5 kilogram sangat kecil," kata Muraskas. "Pasien seperti Rumaisa dan Madeline adalah sebuah keajaiban," tutupnya.
Sumber
http://health.kompas.com/read/2011/12/13/07205060/Bayi.Terkecil.di.Dunia.Bisa.Tumbuh.Sehat